“Bapak kesini aja lagi, insya Allah kami siap membantu bapak” Ucap Nenden Nurrahmi, Kepala Asrama putri Rumah Yatim Cemara Bandung kepada Kusumayadi tahun 2015 silam.
Kusumayadi (71), merupakan pria tua yang hidup sebatangkara, memiliki 4 orang anak, namun semua pergi jauh meninggalkanya seorang diri digubuk yang tanahnya adalah tanah kuburan. Hanya satu anaknya yang cukup dekat yakni di pangalengan kabupaten Bandung, tapi entah karena alasan apa janji tinggalah janji, anaknya yang selalu dia tunggu itu tak kunjung menemuinya. Dan akhirnya tahun demi tahun dia harus lewati hidup seorang diri ditengah penyakit herfes yang penah menyerang kakinya yang menua.
Kini penyakit herpes yang dia derita berangsur sembuh, meski tanpa menjalani operasi yang seharusnya dia lakukan. Untuk menyembuhkannya dia hanya mengandalkan biaya pengobatan yang ditanggung pemerintah.
Karena penyakit itulah Nenden mengenal beliau, ditengah kebingungannya yang divonis dokter harus menjalankan operasi beliau datang ke Rumah Yatim Cemara, bukan untuk meminta bantuan untuk biaya operasi namun beliau justru meminta bantuan dana untuk kebutuhan sehari-harinya, dan saat itu Nenden pun memberikan sejumlah uang kepada beliau, meskipun tak begitu banyak, namun beliau sangat menyambutnya dengan gembira.
Setelah kesembuhannya pria yang tinggal di Jl. Baladewa, Padjajaran, Cicendo Bandung, bangkit kembali, namun karena kerentaanya dia pun tak bisa berbuat banyak, dia hanya menunggu orang menggunakan jasanya, baik itu untuk menjualkan barang, atau membetulkan sesuatu, yang penting semuanya bisa bernilai uang untuk memenuhi perut kecilnya.
Sejak tahun 2015 itu, beliau pun rutin tiap bulan datang ke Rumah Yatim untuk meminta sembako, sempat Nenden pun bertanya bagaimana cara dia memasak, Engkus sapaan akrabnya pun memaparkan bahwa di gubuk kecilnya itu tak akan ditemui peralatan apapun dia hanya memiliki 1 piring, satu sendok dan satu ember untuk mencuci, terkadang makan pun dikasih oleh tetangga, beras yang yang dikasih Rumah Yatim dia akan jual kembali untuk memenuhi kebutuhannya baik itu makan atau kebutuhan sehari-harinya.
Engkus, tak hidup sendiri ditanah kuburan itu dia hidup bersama yang lainnya yang juga tinggal di gubuk yang tanahnya harus mereka sewa tiap bulannya. Kusumayanto adalah sosok orang tua kesepian, hidup sendiri tanpa kasih sayang dari keluarga terdekatnya, semua orang meninggalkannya dimasa tua, tinggal para tetangga yang masih baik kepadannya, karena sosok beliau memang tak segan membantu para tetangga. Hal tersebut mengingatkan Nenden untuk menghargai orang tua selagi masih ada, menyayangi mereka, merawat mereka dimasa tua, seperti mereka menyayangi kita dimasa kecil.
“Sebagai anak, kita harus berbuat baik kepada orang tua, jangan biarkan orang tua kita seperti Bapak Engkus yang terpaksa harus hidup sebatang kara.” Ujar Nenden.
0 komentar:
Posting Komentar