“Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi orang lain”. Mungkin kalimat ini tak asing didengar. Acap disebut di berbagai kesempatan entah oleh ustad, pendidik, bos di kantor, teman saat jam istirahat kerja, atau bahkan terlintas saja ada yang pernah menyebutnya. Tak banyak mungkin yang tahu bahwa kalimat itu sebenarnya adalah hadits, perkataan dari Rasul kita, Muhammad SAW.
Rasulullah adalah teladan. Perkataannya penuh hikmah dan kebenaran. Tak ada yang diucapkannya melainkan kebaikan dan kunci kehidupan bagi orang-orang islam. Termasuk hadits di atas, ialah satu dari sekian kunci kehidupan yang diberikannya secara cuma-cuma pada ummatnya. Kunci yang sebenarnya apabila diambil dan diamalkan akan menjadi pembuka pintu-pintu keberkahan. Tapi, apakah kita mau mengambilnya?
Perhatikanlah, dewasa ini, orang-orang sangat sibuk untuk meningkatkan taraf dirinya. Para siswa belajar untuk nilai terbaik di rapor, untuk menyambung ke sekolah favorit yang mereka damba. Para mahasiswa kuliah demi pekerjaan yang mentereng, ikut organisasi ini itu di kampus untuk sekedar memadati CV. Para pekerja di kantor sibuk mencari cara agar naik pangkat, agar naik gaji. Sibuk bekerja agar bisa memenuhi kebutuhan diri dan keluarga.
Semua seolah lupa, bahwa tujuan utama dari segala yang dimiliki, segala yang dicapai, sejatinya hanyalah sebuah titipan. Lupa bahwa jadi pelajar ada ilmu yang mestinya dibagikan dan dikembangkan untuk kemajuan peradaban ummat. Lupa bahwa jadi pekerja ada sisi-sisi kehidupan ummat yang harus disentuh, tidak sekedar kerja untuk memperkaya diri. Tidak kerja hanya untuk memikirkan masa depan diri sendiri tapi masa depan ummat dan agama.
Mengapa tak belajar dari Rasul? Ia belajar, ia bagikan pada sahabatnya apa yang ia ketahui. Hingga lahirlah kemudian Imam Syafi’i, Imam Nawawi, Abu Hurairah, dan lainnya. Ia dapatkan wahyu dari Allah, penjelasan tentang berbagai hal tapi tak disimpannya sendiri dan membiarkan orang lain bodoh. Ia bagikan ilmu yang diketahuinya entah sedikit ataupun banyak.
Rasul berorganisasi, berpolitik, ia dedikasikan berbagai kebijakan untuk ummat bukan untuk jabatan atau menaikkan namanya sendiri. Perkumpulan-perkumpulannya
Rasul bekerja, berdagang, ia terapkan bahwa bisnis tak sekedar tentang untung rugi. Hanya barang yang baik yang dijualnya karena ia tahu itu berarti ia memberi manfaat pada orang lain, bukan sekedar barang. Ia jelaskan bahwa keadaan barang mesti dijelaskan secara terang, agar tak ada yang tertipu dan dirugikan. Ia selalu memikirkan kemaslahatan orang lain dari apa yang dibisnikannya.
Lihatlah bagaimana Rasul berusaha memberi manfaat pada orang lain dari setiap perbuatannya. Sesungguhnya, memberi manfaat bukan sekedar memberi harta fisik. Ada begitu banyak manfaat yang bisa diberikan, entah dalam perbuatan bahkan ucapan sekalipun. Manfaat pun tak perlu dikhususkan tapi ia bisa menyelip dari aktivitas sehari-hari kita. Maka intinya adalah bagaimana kita membiasakan diri, mengajarkan diri, untuk peduli dengan orang lain. Ajarkanlah diri kita bahwa “sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi orang lain”.
Jadi, sudah sejauh manakah diri kita bermanfaat bagi orang lain #SahabatRY ?
0 komentar:
Posting Komentar