Kenyataan Pahit dari Mustahiq Kelurahan Kuin
Demikian pula dengan program bantuan peduli sesama yang dilakukan Rumah Yatim Banjarmasin. Tak lama berselang dari pembagian sembako, Deni bersama tim gerilya menyambangi Kelurahan Kuin, Kecamatan Banjarmasin Utara. Terletak di bantaran Sungai Barito, masyarakatnya rata-rata hidup di bawah garis kemiskinan.
Seperti 10 orang mustahiq Rumah Yatim Banjarmasin kali ini. rata-rata mereka hidup sendiri atau dengan anaknya. Di usia renta, mereka tidak produktif, dan ada yang tinggal bersama anak mereka yang berpenghasilan tidak menentu. Selain itu ada juga yang mengandalkan dari belas kasihan tetangganya. Kalau yang masih bekerja, ada yang menjadi buruh, pemulung, atau pedagang kecil.
Program santunan peduli sesama ini merupakan program yang berasal dari pusat, menargetkan mustahiq yang sangat membutuhkan. Dalam hal ini, Deni mengaku melakukan survey dengan terjun langsung melalui cara yang cukup unik, yang disebutnya sebagai operasi senyap. Ya, baginya layaknya sebuah investigasi, ia dengan mengerahkan timnya ikut serta menyaksikan kenyataan yang apa adanya.
Itulah mengapa, Deni menekankan pentingnya proses survey dengan menggali informasi apapun dari langsung dari masyarakat. Salah satunya, isu yang beredar tentang bantuan dari lembaga sosial yang tidak tepat sasaran karena kondisi yang manipulatif. Mendengar hal ini, Deni mengambil inisiatif berbeda dari yang biasanya dilakukan.
“Kami mendapat informasi dari warga kalau dulu pernah ada salah satu penerima bantuan sosial dari golongan mampu, malah statusnya mantan pegawai. Ini kan sungguh miris ya, makanya saya inisiatif melakukan survey dengan operasi ini,” ujar Deni tegas.
Ia mengaku puas dengan usahanya memperoleh keakuratan dari kondisi mustahiq yang sebenarnya. Bantuan ia serahkan langsung pada mustahiq yang tersebar di 10 rt. Mereka semua berusia lansia dengan keadaan rumah yang sungguh tidak layak ditempati.
“Apa yang kami temukan sangat menyedihkan, rumah, kalau bisa disebut sebagai rumah, jauh dari standar tempat tinggal,” katanya sedih.
Walau mengaku puas, ia tak memungkiri ada kendala tersendiri saat member bantuan uang tunai tersebut. Salah satunya kendala komunikasi, karena usia lanjut, diantara mereka ada yang pikun, dan tidak mengerti bahasa Indonesia, dan kurangnya pendengaran.
Meski begitu, Deni dapat menangkap dari ekspresi mereka yang menunjukkan rasa terima kasih dan syukur. Keharuan yang tak terucap ini mewakili seluruh beban yang selama ini tak tertanggungkan. Selama ini mereka tersisih dari perhatian pemerintah.
Melihat hal ini, Deni berharap program ini lebih luas menjangkau kaum papa dimanapun. Bahkan, ke tempat-tempat tak terduga, seperti sekolah dan tempat lainnya. Selain berbentuk uang tunai, akan diberikan pula bantuan logistik lainnya. Sehingga penerima manfaat tidak hanya anak asuh saja, tapi dapat fokus membantu masyarakat umum yang membutuhkan.
0 komentar:
Posting Komentar