Untuk menyalurkan dana santunan biaya hidup, Rumah Yatim Acehharus bekerja keras, dimana tim Rumah Yatim harus mendapatkan koordinator para mustahik yang benar-benar amanah, yang akan memberikan nama-nama mustahik yang benar-benar membutuhkan, selanjutnya melakukan survey dan mendatangi dari rumah ke rumah sembari memberikan bantuan langsung sekaligus melihat dan merasakan kondisi rumah para mustahik yang kebanyakan sangat memprihatinkan.
“karena kebanyakaan tim Rumah Yatim Aceh itu pendatang, jadi kami membutuhkan orang pribumi Aceh yang benar-benar tahu orang-orang yang membutuhkan disekitar mereka, dan alhamdulillah karena bantuan dari para koordinator yang biasa kami sebut bunda koordinator karena mayoritas mereka ibu-ibu, semuanya berjalan lancar dan sesuai harapan, semua yang direkomendasikan mustahik yang benar-benar layak disantuni.” Papar Salma Hasanah, Ibu Asrama Rumah Yatim Aceh.
Seperti Nurhayati (46) contohnya, seorang buruh cuci yang memiliki 3 anak dan suami seorang tukang becak, kehidupanya sangat memprihatinkan. Dia tinggal di rumah subsidi pemerintah korban tsunami Aceh didaerah Blangoy, namun dia tidak tinggal seorang diri melainkan di rumah yang kecil tersebut dia harus tinggal dengan ke 2 saudaranya yang sama-sama sudah berumahtangga dan memiliki anak. Rumah yang kecil itu di bagi 3 dengan sekat-sekat yang menandakan bahwa mereka berbeda rumah, namun masih berada di satu atap rumah.
“karena kebanyakaan tim Rumah Yatim Aceh itu pendatang, jadi kami membutuhkan orang pribumi Aceh yang benar-benar tahu orang-orang yang membutuhkan disekitar mereka, dan alhamdulillah karena bantuan dari para koordinator yang biasa kami sebut bunda koordinator karena mayoritas mereka ibu-ibu, semuanya berjalan lancar dan sesuai harapan, semua yang direkomendasikan mustahik yang benar-benar layak disantuni.” Papar Salma Hasanah, Ibu Asrama Rumah Yatim Aceh.
Seperti Nurhayati (46) contohnya, seorang buruh cuci yang memiliki 3 anak dan suami seorang tukang becak, kehidupanya sangat memprihatinkan. Dia tinggal di rumah subsidi pemerintah korban tsunami Aceh didaerah Blangoy, namun dia tidak tinggal seorang diri melainkan di rumah yang kecil tersebut dia harus tinggal dengan ke 2 saudaranya yang sama-sama sudah berumahtangga dan memiliki anak. Rumah yang kecil itu di bagi 3 dengan sekat-sekat yang menandakan bahwa mereka berbeda rumah, namun masih berada di satu atap rumah.
Selain kondisi rumah Tim Rumah Yatim pun memperhatikan kondisi perekonomian mereka, apakah orang tersebut masih bisa membiaya hidupnya atau tidak, apakah ada tunjangan dari anak atau dari pemerintah dan lain sebagainya yang mencukupi keseharian mereka, misalnya Maknya Harun (90) yang hidup dengan seorang anak tukang buruh cuci, dengan pendapatan tak seberapa dan tak mebentu mereka hidup berdua di rumahnya yang sudah reot.
Kondisi si anakpun sudah cukup tua karena Ati kini berusia 50 tahun, maka tenaga pun mulai berkurang, namun mereka harus menjalani hidup tanpa pendamping yang dapat menopang kehidupan mereka.
Kondisi kesehatan penerima mafaat pun menjadi sorotan bagi Tim Rumah Yatim Aceh, karena biaya hidup bukan hanya berbicara masalah makan dan tempat tinggal tapi juga berbicara mengenai kesehatan sang penerima.
Ada Sukarni Hasan (61) dan Ainul Mardiyah (65) di Lamlagan. Sukarni kini menghabiskan hari-harinya di tempat tidur akibat penyakit struk yang menghinggapinya, kini dia tidak bisa berjalan atau pun aktifias lain. Ainul Mardiyah seorang nenek yang harus kehilangan kakinya akibat dari penyakit yang dianggap sepele yakni mata ikan.
Menurut Salma Hasanah, awalnya Ainul Mardiah mengambil mata ikan itu di kakinya dengan alat seadanya yang ada dirumahnya, karena itu terjadilah infeksi yang menyebabkan dia harus diamputasi kaki hingga pergelangan kaki, namun karena biaya dan faktor lainya Ainul tidak menggubris kata-kata dokter dan membiarkan kakinya terus digerogoti infeksi hingga mencapai lutut.
4 tahun lamanya dia bersikukuh untuk mempertahankan kakinya akhinya dia pun harus merekalan juga kaki kirinya di amputasi, dan kini dengan dengan kursi rodanya dia mengerjakan semua urusan rumah tangga baik itu makan, minum, kewarung dan membereskan rumahnya hasil subsidi tsunami Aceh.
Meski dia tinggal bersama anaknya namun anak laki-laki satu-satunya itu sering meninggalkan dia seorang diri hingga membuat nenek harus mengandalkan dirinya meski dalam kondisi yang sangat memprihatinkan.
Saat Rumah Yatim datang kedua kalinya setelah sebelumnya memberikan dana zakat, Ainul sangat terharu hingga dia terus menangis, memeluk dan mencium kening Salma serta tak berhenti ucapan terimakasih dan do’a mengalir dari mulutnya.
“terimakasih sudah peduli, sehat selalu, mudah-mudahan nanti mendapat surga.” Ditengah isaknya.
Salma sangat terharu dengan kondisi mereka, meski pun rasa lelah menghampirinya namun saat melihat kondisi mereka Salma merasa Rumah Yatim harus terus berada digarda paling depan, mengulurkan tangan untuk mereka yang membutuhkan.
“semakin kita melihat kesekeliling kita maka semakin banyak orang yang membutuhkan, pemberian kita sangat berarti bagi mereka walau itu nominalnya tak seberapa, saat kita memberikan kepada yang tepat maka balassannya pun surga yang mengalir dari do’a mereka.” Imbuh Salma.
Pada bulan ini Rumah Yatim Aceh mentargetkan 20 orang mustahik yang diberikan biaya santunan. Kini sudah 13 dana yang sudah disantunkan yakni kepada Maknya Harun (90) di Geceu Komplek, di lamlagan ada 7 lansia Amran (80), nenek Ainul Mardiyah (65) Umi Kalsum (62), Sukarni Hasan (61), Ihsat Makam (60), Munir (64) Janebun (54) dan di Blangouy ada 5, Katijah, Wahlia, Nurhayati husnainin, dan Ita yang mayoritas adalah buruh cuci dengan suami pekerja bangunan. Tinggal 7 orang lagi yang akan diberikan kepada 7 orang yang berasal dari Nesu.
“ prioritas kami adalah daerah-daerah dekat dengan Rumah Yatim, orang yang belum pernah dikasih santunan dan kebanyakan kecenderungan kepada lansia yang betul-betul kondisinya memprihatinkan.” Papar Salma Hasanah.
0 komentar:
Posting Komentar