Umumnya jabatan ketua Organisasi Intra Sekolah (OSIS) diberikan kepada siswa yang duduk di kelas 2 SMA, tetapi remaja kelas 1 MA (setingkat SMA) ini membuktikan dirinya dapat memimpin OSIS di sekolahnya. Dialah Buldansyah, anak asuh Asrama Rumah Yatim Cinere. Pemuda yang akrab disapa Buldan ini adalah siswa kelas 1 MA Miftahul Umam Cinere ini membenarkan kalau dirinya jadi ketua OSIS setelah tim RY mendapat kabar dari Kepala Asrama Cinere Iman.
Diangkatnya Buldan menjadi ketua OSIS sungguh di luar kebiasaan umumnya persyaratan ketua OSIS. Namun, beberapa kriteria dan kelebihannya yang lain sepertinya lebih kuat jadi bahan pertimbangan untuk memimpin dan mewakili teman-temannya.
“Alhamdulillah, banyak dukungan dari teman-teman, bisa mempercayai saya, kata mereka saya berbeda dari yang lain, punya pergaulan yang baik, lebih sering di kelas, suka baca hafalan Quran, menghafal kurikulum, dan rajin sholat dhuha,” kata Buldan ketika diwawancara lewat telpon.
Dengan penilaian teman-temannya tersebut, ia dikenal sebagai anak yang santun and rajin. Dari kebiasaannya mengisi waktu luang di sekolah yang lebih sering membaca dan menghafal daripada bermain, remaja asal Warung Kondang, Cianjur, Jawa Barat ini dinilai cerdas dan alim. Modal pengetahuan agama dan kecerdasan yang dimilikinya sesuai untuk sosok seorang pemimpin.
Bagaimana dengan pengalaman kepemimpinannya? Terkait dengan hal ini, Iman menerangkan, kalau kemampuan memimpinnya sudah diasah sejak di asrama. Alhamdulillah, di asrama Cinere dibentuk Organisasi Rumah Yatim Cinere, (ORYC) yaitu organisasi khusus di asrama Rumah Yatim Cinere.
“Jadi ini semacam OSIS-nya di tingkat asrama, di asrama juga kan perlu ada pemimpinnya, di sini Buldan ditunjuk jadi ketuanya memimpin teman-teman dan adik-adiknya di asrama, dengan beberapa bagian diantaranya kebersihan, dapur, dan sekuriti,,” ujar Iman.
Organisasi yang sudah berjalan selama 6 bulan ini benar-benar menampa mental Buldan. Mulai dari tidur sampai tidur kembali, mulai mengatur dirinya sendiri dan mengatur teman-temannya yang lain. Walau ada yang berusia lebih tua di atasnya, teman-temannya di asrama tetap memilihnya sebagai pemimpin.
Buldan menyadari menjadi sebagai pemimpin memang tugas yang tidak mudah, namun bukan mustahil juga. Sebelum ia mengatur orang lain, ia harus mengatur dirinya sendiri terlebih dulu. Sebelum mengajak kepada kebaikan, ia harus memberikan contoh dari dirinya sendiri kalau apa yang diucapkan sesuai dengan apa yang dilakukan.
“Biasanya, kalau saya ada keperluan keluar, saya menugaskan Buldan untuk membimbing anak-anak hafalan, mengetes baca Al Quran, dan tugas lain yang melatihnya memimpin,” kata Iman soal tugas-tugasnya.
Iman menyakini setiap orang punya potensi jiwa pemimpin dalam dirinya, khususnya laki-laki. Inilah yang coba diterapkan kepada anak-anak asuhnya, seperti Buldan. yang terpenting punya kemauan dan semangat yang timbul dari dalam mulai dari memimpin diri sendiri.
Buldansyah lahir dan tumbuh dari keluarga petani sebagai anak bungsu dari 6 bersaudara. Di usia yang masih kecil, ia sudah ditinggal ayahnya. Ibunya yang sebelumnya ibu rumah tangga biasa, ia mulai menjadi petani demi menyambung hidup anak-anaknya. Kemudian, ketika Buldan kelas 4 SD, takdirnya berubah, ia bergabung bersama Rumah Yatim sejak saat itu. Seperti sang kakak perempuannya, Sarah, alumni Rumah Yatim di asrama Beringin, ia meniti hidup barunya di Cinere, Jakarta Selatan.
Di balik sosoknya yang dinilai alim dan pendiam, ternyata ia juga suka bercanda tidak seserius yang biasanya terlihat di sekolah. Dan ia pun tergolong anak yang mudah akrab dengan orang lain. Tak heran, ia juga akrab dan dikenal dekat dengan para guru, dan teman-temannya.
Mengimbangi skill kepemimpinannya, kelahiran 10 Januari 2000 ini melengkapinya dengan prestasi akademik yang baik. Belum lama ini baru menerima rapot di semester ganjil, dan nilai-nilai pelajarannya baik ditambah menduduki peringkat kedua di kelasnya.
Remaja yang unggul di pelajaran Bhs. Arab, Matematika, B. Indonesia, dan agama ini seolah membuktikan kepercayaan keluarganya yang menitipkannya di Rumah Yatim. Iman menyampaikan pesan keluarganya yang berharap melihat Buldan sukses, berprestasi, dan punya kehidupan yang lebih baik.
Pun senada dengan harapan itu, ia bertekad membahagiakan keluarganya. Kondisi keluarganya yang harus prihatin tanpa sosok pemimpin keluarga membakar semangatnya untuk mandiri. Kenyataan hidup punya andil besar membentuk mentalnya yang tegar dan bertanggungjawab. Selain itu, yang belum banyak diketahui, Buldan pernah mengenyam pendidikan di Gontor, yang kental dengan kedisiplinan dan keorganisasian.
Hanya saja, Buldan tak berlangsung lama disana, diakui Iman, Buldan memiliki fisik yang mudah lelah. Ya, faktor kesehatan fisik yang prima memang tidak bisa diabaikan untuk menopang seseorang menjadi pemimpin. Banyaknya aktivitas di sekolah dan asrama sampai jam 10 malam, terkadang menguras energinya, namun seringkali dihiraukannya.
“Kalau kecapean, ya sudah saja, dia pasti ketiduran, terus suka cepat pusing, tapi kemarin bagi rapot dia laporan, abi Alhamdulillah tidak ada sakit, ijin dan alpa,” ujarnya menirukan Buldan. Demi meningkatkan daya tahan tubuhnya, Iman tak pernah bosan mengingatkan dan mengajaknya berolahraga dan teratur beristirahat.
Hingga saat ini ia merasa bersyukur dan bahagia bersama Rumah Yatim. Di sini ia mendapat banyak ilmu, menambah teman, dan mempelajari hal-hal baru. Termasuk, kegemarannya di bidang lain yaitu, seni. Mulai dari pelatihan tekstil, ia semakin tertarik menekuni keahliannya yang lain menggambar dan melukis. Saat senggang ia gunakan waktunya untuk melukis, dan menurut pengamatan Iman, hasilnya indah. Selebihnya, ia dapatkan kemampuannya ini secara otodidak.
Prestasi, hobi, teman-teman, dan hal-hal baru dan seru lainnya ini yang mungkin meredam kerinduan kepada keluarganya yang jauh disana. Tak disangkal ia sedih dan rindu ingin bertemu, dan ‘perjumpaan’ itu hanya mampu lakukan via suara. Meski demikian, suara merekalah yang menumbuhkan dedikasinya agar mempersembahkan yang terbaik.
Ibunya berpesan supaya selalu melihat ke atas untuk semangat membuat prestasi positif dalam hidup. Dan tak lupa melihat ke bawah untuk selalu rendah hati dan peduli pada mereka yang masih kekurangan.
Sekarang Buldan sedang menikmati perannya sebagai pelajar di sekolah dan asrama, ia belum menemukan pasti apa cita-citanya kelak. Entah menjadi guru atau dokter, seperti yang belum lama ia ungkapkan pada Iman. Namun, ia punya keinginan melanjutkan pendidikannya ke bangku perkuliahan merasakan mereguk ilmu seperti anak muda lainnya. Ia baru menjejakan kaki hampir setahun pertamanya di MA.
Di kelas 2, ia akan memilih pijakan untuk arah dan tujuan berikutnya. Ya, sebagai pemimpin, di sinilah ia belajar bijaksana dan mawas diri menentukan pilihannya. Hanyalah dukungan dan doa-doa dari orang-orang tercintalah yang menghidupkan semangatnya.
0 komentar:
Posting Komentar