“saat saya datang menemuinya bersama anak asuh Rumah Yatim, inaq dan amaq memeluk saya dan Kamarudin dengan erat.” Ujar Jajang Khoeruman Kepala Cabang Rumah Yatim Mataram.
Pelukan yang diiringi dengan tangisan itu sangat berarti bagi Jajang karena sosok bijak dihadapannya mengajarkan arti perjuangan yang tiada henti. Diusianya yang renta Inaq Tukik dan Amaq Bagek hidup tanpa bergantung pada orang lain, di usianya yang sudah mendekati angka 70 amaq masih menyabit rumput dan menjaga sapi tetangganya, sehingga dari kerja kerasnya itu dia pun diberi rupiah sebayak Rp. 300.000 perbulan. Inaq pun sama dengan tangan keriputnya dia menjajakan hasil buminya ke pasar yang jaraknya cukup jauh.
Suatu ketika rumah yang dia tempati hancur karena gempa, kesana kemari dia meminta bantuan tak ada tetangga, tak ada aparat setempat yang sudi menolongnya, dia hanya mampu pasrah dan bergotong royong mendirikan kembali gubuknya bersama kedua putranya yang hidup bersamanya. Karena itu dia tak lagi mau menggantungka hidup pada orang lain meski mereka hidup dalam keterbatasan.
Suatu ketika rumah yang dia tempati hancur karena gempa, kesana kemari dia meminta bantuan tak ada tetangga, tak ada aparat setempat yang sudi menolongnya, dia hanya mampu pasrah dan bergotong royong mendirikan kembali gubuknya bersama kedua putranya yang hidup bersamanya. Karena itu dia tak lagi mau menggantungka hidup pada orang lain meski mereka hidup dalam keterbatasan.
Di rumahnya tersebut mereka hidup dengan kedua anaknya yang sudah berumah tangga. Tanahnya yang kecil itu dibangun pula kamar kecil ukuran 3X2 untuk tempat berteduh kedua anaknya bersama cucu-cucunya, saking kecilnya ruangan tersebut sampai-sampai saat tertidur kaki sibungus harus keluar melebihi lebar rumah bilik tersebut.
Mereka pindahan dari Majeluk, jadi di Kampung Taman Gubuk Baru mereka tidak punya saudara. Selama ini mereka tidak menerima bantuan dari pemerintah seperti kartu sehat dan kartu pintar karena mereka warga pindahan jadi seringkali mereka terlewat.
“selain memberikan santunan biaya hidup sebesar Rp. 200.000, kami pun akan berusaha membantu mereka agar mereka mendapatkan bantuan dari pemerintah.” Ujar Jajang.
Dalam isak tangisnya mereka berkata dalam bahasa sasak yang diterjemahkan Kamarudin yang sudah dinantikan amaq datang pada bulan Ramadhan kemarin, sehingga untuk menyambutnya amaq dan inaq sudah menyiapkan kelapa muda untuk tim Rumah Yatim. .
“terimakasih sudah mau peduli terhadap kami, padahal kalian sangat jauh.” Ujar amaq.
Selain lansia yang jauh seperti amaq, Ina dan juga Sitie (65) Seorang janda petani dan juga seorang laden (pembawa semen hasil adukan) yang berada di Mapak Dasan, Rumah Yatim Mataram pun tetap memprioritaskan yang terdekat dahulu, terbukti ada 4 lansia di daerah Karang Sukun daerah yang berdekatan dengan asrama dan empat lainya didaerah lainnya, semuanya mendapatkan santunan biaya hidup sebesar Rp. 200.000.
“selain memberikan santunan biaya hidup sebesar Rp. 200.000, kami pun akan berusaha membantu mereka agar mereka mendapatkan bantuan dari pemerintah.” Ujar Jajang.
Dalam isak tangisnya mereka berkata dalam bahasa sasak yang diterjemahkan Kamarudin yang sudah dinantikan amaq datang pada bulan Ramadhan kemarin, sehingga untuk menyambutnya amaq dan inaq sudah menyiapkan kelapa muda untuk tim Rumah Yatim. .
“terimakasih sudah mau peduli terhadap kami, padahal kalian sangat jauh.” Ujar amaq.
Selain lansia yang jauh seperti amaq, Ina dan juga Sitie (65) Seorang janda petani dan juga seorang laden (pembawa semen hasil adukan) yang berada di Mapak Dasan, Rumah Yatim Mataram pun tetap memprioritaskan yang terdekat dahulu, terbukti ada 4 lansia di daerah Karang Sukun daerah yang berdekatan dengan asrama dan empat lainya didaerah lainnya, semuanya mendapatkan santunan biaya hidup sebesar Rp. 200.000.
“tetap yang paling di proritaskan adalah orang-orang yang terdekat dengan Rumah Yatim, karena Rumah Yatim lebih dekat lebih peduli.” Papar Jajang.
0 komentar:
Posting Komentar