Shaum Sunnah Memotivasi Jiwa Sosial Anak Asuh Rumah Yatim
Shaum Sunnah Senin Kamis memotivasi anak asuh Rumah Yatim cabang Lampung dari Asrama Kedaton berjiwa sosial. Tak lama setelah buka shaum bersama di asrama, Kepala Asrama Kedaton Hendy melihat aksi spontan salah satu anak asuhnya memberikan beberapa buah nasi kotak kepada pemulung yang melintas di depan asrama.
“Mulanya karena saya melihat dari dalam kaca asrama, ada keluarga pemulung, 2 orangtua dan 3 anaknya lewat depan asrama, dan saya bilang, itu nak ada saudara kita yang lebih membutuhkan… eh tiba-tiba spontan saja anak asuh saya yang kecil baru kelas 3 SD lari ke belakang bawa nasi kotak,” ujar Hendy.
Ia mengaku tak menyangka anak asuhnya melakukan hal itu, padahal ia tidak menyuruhnya demikian. Namun, aksi spontan ini membuatnya kagum sekaligus terharu, dan ia segera menemui keluarga pemulung tersebut.
Pemberian ini diterima dengan senang hati tanpa kuasa menahan rasa haru. Berkali-kali mereka mengucap syukur dan terima kasih. Tak lama berselang, rekan mereka sesama pemulung, yaitu kedua perempuan paruh baya membawa gerobak melintas. Mereka juga diberikan 2 buah nasi kotak. Lalu Hendy berinisiatif melengkapi bantuan ini dengan memberikan 20 kg beras, dengan masing-masing, 10 kg beras.
Pertemuan spontan ini juga dijadikan ajang untuk saling mengenal para mustahiq ini. Mereka tinggal di Jl. Pajajaran, Gunung Sula, Kecamatan Jagabaya, Bandar Lampung.
“Kalau yang keluarga pemulung, setelah kita ngobrol-ngobrol, anaknya tidak sekolah dan orangtua mereka murni pemulung yang selalu membawa anak-anaknya kemanapun pergi dengan gerobak. Sedangkan kedua ibu ini adalah janda yang ditinggal suaminya pergi (minggat) tanpa anak dan memulung, tetapi mereka juga mengemis setiap habis isya sampai jam 9 malam di lampu merah,” ungkap Hendy prihatin.
Para mustahiq ini juga menjual barang-barang bekas yang ditemukannya, mereka biasa disebut tukang rongsokan. Tak jarang mereka suka menginap di jalan terutama saat musim hari raya atau Ramadhan tiba, seperti malam takbiran. Fenomena musiman seperti ini pun dirasakan oleh mereka yang panen rezeki dari para dermawan yang lewat.
Setelah diketahui lebih lanjut, ternyata mereka berasal dari kawasan kumuh di daerah Sukarame, Lampung Timur.
“Di daerah itu yang saya dengar banyak sekali pemulung, buruh kasar, dan pengemis, melihat seperti ini saya timbul kenginan mengusulkan daerah tersebut sebagai sasaran kantong mustahiq kami berikutnya,” imbuhnya.
Cerita tentang keseharian mereka ini diketahui oleh anak-anak asuh yang sedang bersantap bersama. Kesempatan yang amat menarik dimanfaatkan Hendy untuk membimbing dan sharing bersama anak asuh.
“Tanggapan anak asuh, yang senang tapi sedih juga, senang bisa membantu, namun sedih melihat hidup mereka, dan menariknya, beberapa diantara mereka bilang ke saya, bagaimana saya nanti di masa depan, ya?, bagaimana kalau saya berada di posisi mereka, ya abi ? ”, kata Hendy menirukan anak asuhnya.
Dengan tanggapan seperti ini, Hendy menilai anak-anak asuhnya punya sikap kritis terhadap lingkungannya. Dan mulai mengasah kepekaan dari apa yang dilihatnya untuk dirinya sendiri. Ia jelaskan mengapa keadaan para pemulung tersebut begitu memprihatinkan.
“Saya bilang sama anak-anak, kan kalian di sini belajar, dan kalau kalian ingin sukses, jangan malas, belajar untuk mau memberi, bukan menerima terus, banyak bersyukur dan berdoa sama Allah,” kata Hendy memotivasi.
Mulai saat itu anak asuhnya memahami makna dari belajar dan bekerja keras. Uniknya, mereka cepat tanggap jika melihat orang yang layak dibantu di dekat mereka. “Sampai-sampai kalau ada nasi kotak, disisihkan segera, lalu kalau mereka tidak menoleh saat dipanggil, anak asuh saya mengejar mereka sambil bawa-bawa nasi kotak,” katanya tersenyum.
Di penghujung pertemuan singkat itu, perkenalan pertamanya dengan Rumah Yatim ini membuat hati mereka lega. Bahwa setiap orang itu memiliki kemampuan untuk berbagi kepada sesamanya yang lebih membutuhkan.
0 komentar:
Posting Komentar